Keberangkatan ke Bali Yang Penuh Drama
Tulisan tahun 2017 ketika aku memutuskan mengambil tawaran pekerjaan di Bali, saat usahaku bangkrut. Bertepatan dengan meletusnya Gunung Agung, Bali.
1. Kembali lagi ke Jakarta dengan biaya di refund
2. Direschedule
3. Dilanjutkan dengan bus
Dan aku memilih opsi yang ketiga dengan perjalanan dilanjutkan menggunakan bus dengan jarak tempuh 15 jam perjalanan. Hemm baiklah saya infokan ke admin di Bali atas kendala yang terjadi dan kebetulan bangku dan bis yang aku naikin kosong.
Masih dengan rasa yang sama sejak berangkat, kesedihan terus melumuti rasa. Ia seakan semakin melekat ketika aku semakin ingin membuangnya. Hasrat untuk terlelap pun tak kunjung datang. Pikiran semakin menjauh terlepas dan menelisik seluruh isi rongga. Sesekali aku melihat ke arah jendela, buram. aku lupa apa yang aku lihat, tertutupi oleh bayangan ibuku yang tadi subuh kutinggalkan. Ibu semoga sehat selalu... sampai aku lupa peralihan siang-jadi malam. Yang aku ingat, ibu separuh baya yang duduk di seberangku mengingatkan kalo sudah bisa buka puasa. Si Ibu ini juga lah yang membungkuskan aku nasi saat makan siang tadi. Setelah tiba di Pelabuhan Ketapang untuk menyeberang ke Gilimanuk, kemudian menelepon seseorang yang aku cintai untuk menguatkan. Dan sedikit lega akhirnya..
Tiba di Gilimanuk, aku bingung di bali mau nginep dimana dengan berbekal aplikasi dan promo akhirnya aku booking penginapan dadakan yang sekiranya dekat dengan kantor nanti. Yas.. badan sudah mulai tidak ada tenaga, kemudian aku terlelap. Sadar ketika sudah tiba di Bandar Udara I Gusti Ngurahrai Bali tepat pukul 02.00 dinihari. Suasana Bandara sepi tidak ada aktifitas apapun, penumpang lain pun sepertinya menunggu jemputan, sempat aku melamun sejenak dan bingung apa yang mau dilakuin. Kemudian kubuka ponselku untuk booking taksi online diantar ke penginapan.
Kemudian istirahat..
Bali memang menjadi primadona bagi wisatawan, lokasi wisata, tempat hiburan dan culture budaya yang kental bali jadi destinasi favourite. Namun aku tak menyangka akan tinggal di Pulau ini, dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Dikala hati bimbang dengan financial yang carut marut, dan usaha yang lagi melorot, akhirnya aku mencoba melamar pekerjaan untuk kembali menjadi karyawan seenggaknya dengan begitu aku memiliki pegangan untuk biaya rutin setiap bulan, ya seperti biaya kontrakan, biaya makan dan kebutuhan lainnya.
Aku memang masih sendiri belum berkeluarga, tapi aku saat ini menanggung kebutuhan pokoknya. Ibuku single parent, ayahku meninggal tahun 2006, dari situ aku dan ibuku lah yang berjuang memenuhi biaya keperluan sehari-hari. Adikku kala itu masih kecil-kecil.
Obsesi untuk menjadi seorang wirausaha terus aku perjuangkan, bekerja mengumpulkan modal, kemudian mencoba kembali usaha tapi gagal lagi. Dan akhirnya saat ini pun usahaku malah minus dan menyisakan banyak utang.
Yas, berada di ujung kekuatan akhirnya aku putuskan untuk menjadi karyawan dan bekerja kembali. Melamar di beberapa situs melamar kerja dengan bidang yang aku bisa. Terus terang aku kadang sedikit pesimis untuk melamar pekerjaan pasalnya aku bukan orang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Bermodalkan ijazah smp dan kemampuan di bidang internet marketing aku mencoba mengajukan untuk melamar. Pede aja lah ya.. bismillah..
Rasanya tidak menunggu lama, ada telpon masuk dengan kode area bali menanyakan basic dan pekerjaan, saat itu posisiku lagi di Yogyakarta, ditanya kemampuan dan semacam interview kecil di telp. Akhirnya aku menyusun portofolio tentang digital marketing yang sudah aku kerjakan.
Berselang 2 hari kemudian aku di telp kembali untuk posisi pekerjaan yang ditawarkan. Oia aku melamar gak baca deskripsinya, awalnya sedikit bingung kenapa bisa ada panggilan di bali, padahal aku merasa tidak melamar. Eh saat aku cek history lamaran ternyata di keterangan ada tulisan ketersediaan untuk ditempatkan di Bali.
Oke, sempat mengalami dilema akut. Antara pergi atau tidak, meninggalkan keluarga, pacar, teman dan memulai hidup kembali yang baru. Tapi berhubung kepepet sama kebutuhan yasudah akhirnya aku iyakan,
Tiket keberangkatan pukul 04.50 Pagi, aku gak bisa tidur, Pas kebetulan ibuku sedang sakit, sempat aku berfikir untuk tidak pergi gak tega rasanya meninggalkan ibuku dalam kondisi seperti ini, kemudian semalaman aku coba merawatnya dan memberikannya obat, dan malam hari ia terbangun dan bilang "Mama gak apa-apa, udh sembuh kalo kamu mau kerja di bali gak apa-apa" Gak segan aku memeluknya sambil menangis dan meminta restu dan doa. Dan ia terasa sangat lembut membelai kepalaku, aku tau ia berusaha menahan tangisnya tapi ia sangat tegar. Mah, doakan anakmu ini ya !
Pukul 02.00 Dini hari tanpa tidur aku sudah siap untuk pergi, aku melihatnya ibuku lelap kembali setelah percakapan singkat tadi, pun dengan adik bungsuku pun dia tengah terlelap.
Pelan-pelan ku usap tangan ibuku seraya pamit dan memohon doa, ia terbangun dan aku cek panasnya udah turun. Aku peluk dia tak tahan air mataku keluar secara perlahan membasahi pundaknya. Pun dengan adikku, ia kubangunkan perlahan dan memelukku dengan erat. Aku tau berat baginya tapi dia tak mengungkapkan, jelas saja, setelah 10 tahun berpisah, di satu tahun terakhir inilah kami hidup bersama.
Taksi online tengah menunggu, aku harus sedikit berjalan kaki untuk menjangkau tempat nunggu taksi tadi. Dengan tangis dan gerimis aku tergopoh memboyong koper dan ransel. Sunyi jadi saksi kepergianku hari itu.
Di mobil aku tak bisa terlelap sedikitpun, badan sudah tidak karuan capeknya. Tapi apa daya ini sudah jadi keputusan dan harus terus berjalan.
Tiba di Bandara dengan segala kesedihan, aku tengah menunggu boarding. Dan lagi-lagi hati terasa sepi meski banyak orang berlalulalang. Pandangan kosong mengarah ke depan kaca.
Sebelum berangkat, di rumah aku sudh menyiapkan nasi dan goreng telor untuk sahur di bandara. Dan aku makan sebelum boarding, tanpa ada rasa apa-apa dilidah. Hambar semuanya terasa mengambang. Bahkan aku sendiri belum percaya kenapa aku bisa berada disitu.
Boarding, tanpa delay, aku duduk di kursi dan sedikit melihat dengan sayu sayap pesawat yang buram. Di sampingku lelaki separuh baya dan perempuan yang kuduga istrinya. Tak lama aku pasang sabuk pengaman, kemudian tertidur tanpa sadar.
Dikala hati bimbang dengan financial yang carut marut, dan usaha yang lagi melorot, akhirnya aku mencoba melamar pekerjaan untuk kembali menjadi karyawan seenggaknya dengan begitu aku memiliki pegangan untuk biaya rutin setiap bulan, ya seperti biaya kontrakan, biaya makan dan kebutuhan lainnya.
Aku memang masih sendiri belum berkeluarga, tapi aku saat ini menanggung kebutuhan pokoknya. Ibuku single parent, ayahku meninggal tahun 2006, dari situ aku dan ibuku lah yang berjuang memenuhi biaya keperluan sehari-hari. Adikku kala itu masih kecil-kecil.
Obsesi untuk menjadi seorang wirausaha terus aku perjuangkan, bekerja mengumpulkan modal, kemudian mencoba kembali usaha tapi gagal lagi. Dan akhirnya saat ini pun usahaku malah minus dan menyisakan banyak utang.
Yas, berada di ujung kekuatan akhirnya aku putuskan untuk menjadi karyawan dan bekerja kembali. Melamar di beberapa situs melamar kerja dengan bidang yang aku bisa. Terus terang aku kadang sedikit pesimis untuk melamar pekerjaan pasalnya aku bukan orang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Bermodalkan ijazah smp dan kemampuan di bidang internet marketing aku mencoba mengajukan untuk melamar. Pede aja lah ya.. bismillah..
Rasanya tidak menunggu lama, ada telpon masuk dengan kode area bali menanyakan basic dan pekerjaan, saat itu posisiku lagi di Yogyakarta, ditanya kemampuan dan semacam interview kecil di telp. Akhirnya aku menyusun portofolio tentang digital marketing yang sudah aku kerjakan.
Berselang 2 hari kemudian aku di telp kembali untuk posisi pekerjaan yang ditawarkan. Oia aku melamar gak baca deskripsinya, awalnya sedikit bingung kenapa bisa ada panggilan di bali, padahal aku merasa tidak melamar. Eh saat aku cek history lamaran ternyata di keterangan ada tulisan ketersediaan untuk ditempatkan di Bali.
Oke, sempat mengalami dilema akut. Antara pergi atau tidak, meninggalkan keluarga, pacar, teman dan memulai hidup kembali yang baru. Tapi berhubung kepepet sama kebutuhan yasudah akhirnya aku iyakan,
Tiket keberangkatan pukul 04.50 Pagi, aku gak bisa tidur, Pas kebetulan ibuku sedang sakit, sempat aku berfikir untuk tidak pergi gak tega rasanya meninggalkan ibuku dalam kondisi seperti ini, kemudian semalaman aku coba merawatnya dan memberikannya obat, dan malam hari ia terbangun dan bilang "Mama gak apa-apa, udh sembuh kalo kamu mau kerja di bali gak apa-apa" Gak segan aku memeluknya sambil menangis dan meminta restu dan doa. Dan ia terasa sangat lembut membelai kepalaku, aku tau ia berusaha menahan tangisnya tapi ia sangat tegar. Mah, doakan anakmu ini ya !
Pukul 02.00 Dini hari tanpa tidur aku sudah siap untuk pergi, aku melihatnya ibuku lelap kembali setelah percakapan singkat tadi, pun dengan adik bungsuku pun dia tengah terlelap.
Pelan-pelan ku usap tangan ibuku seraya pamit dan memohon doa, ia terbangun dan aku cek panasnya udah turun. Aku peluk dia tak tahan air mataku keluar secara perlahan membasahi pundaknya. Pun dengan adikku, ia kubangunkan perlahan dan memelukku dengan erat. Aku tau berat baginya tapi dia tak mengungkapkan, jelas saja, setelah 10 tahun berpisah, di satu tahun terakhir inilah kami hidup bersama.
Taksi online tengah menunggu, aku harus sedikit berjalan kaki untuk menjangkau tempat nunggu taksi tadi. Dengan tangis dan gerimis aku tergopoh memboyong koper dan ransel. Sunyi jadi saksi kepergianku hari itu.
Di mobil aku tak bisa terlelap sedikitpun, badan sudah tidak karuan capeknya. Tapi apa daya ini sudah jadi keputusan dan harus terus berjalan.
Tiba di Bandara dengan segala kesedihan, aku tengah menunggu boarding. Dan lagi-lagi hati terasa sepi meski banyak orang berlalulalang. Pandangan kosong mengarah ke depan kaca.
Sebelum berangkat, di rumah aku sudh menyiapkan nasi dan goreng telor untuk sahur di bandara. Dan aku makan sebelum boarding, tanpa ada rasa apa-apa dilidah. Hambar semuanya terasa mengambang. Bahkan aku sendiri belum percaya kenapa aku bisa berada disitu.
Boarding, tanpa delay, aku duduk di kursi dan sedikit melihat dengan sayu sayap pesawat yang buram. Di sampingku lelaki separuh baya dan perempuan yang kuduga istrinya. Tak lama aku pasang sabuk pengaman, kemudian tertidur tanpa sadar.
Ilustrasi foto, karena tidak sempat mengabadikan apapun |
Seketika, satu jam perjalanan diumumkan bahwa pesawat dialihkan ke Surabaya karena Bandara I Gusti Ngurahrai di tutup dengan alasan keamanan akibat letusan Gunung Agung, Bali. Hemm.. Istighfar
Oke turun dari pesawat kami diarahkan oleh pihak maskapai untuk ke ruangan, untuk sama-sama nyari solusi untuk penerbangan ini.
Lama sempat ada yang ngomel-ngomel juga sih, karena menurut dia maskapai lain sudan membatalkan penerbangan sejak semalam, kenapa yang aku naikin masih melakukan penerbangan. Tapi yasudah mau bagaimana lagi ya kan. dan akhirnya opsinya adalah.
Oke turun dari pesawat kami diarahkan oleh pihak maskapai untuk ke ruangan, untuk sama-sama nyari solusi untuk penerbangan ini.
Lama sempat ada yang ngomel-ngomel juga sih, karena menurut dia maskapai lain sudan membatalkan penerbangan sejak semalam, kenapa yang aku naikin masih melakukan penerbangan. Tapi yasudah mau bagaimana lagi ya kan. dan akhirnya opsinya adalah.
1. Kembali lagi ke Jakarta dengan biaya di refund
2. Direschedule
3. Dilanjutkan dengan bus
Dan aku memilih opsi yang ketiga dengan perjalanan dilanjutkan menggunakan bus dengan jarak tempuh 15 jam perjalanan. Hemm baiklah saya infokan ke admin di Bali atas kendala yang terjadi dan kebetulan bangku dan bis yang aku naikin kosong.
Masih dengan rasa yang sama sejak berangkat, kesedihan terus melumuti rasa. Ia seakan semakin melekat ketika aku semakin ingin membuangnya. Hasrat untuk terlelap pun tak kunjung datang. Pikiran semakin menjauh terlepas dan menelisik seluruh isi rongga. Sesekali aku melihat ke arah jendela, buram. aku lupa apa yang aku lihat, tertutupi oleh bayangan ibuku yang tadi subuh kutinggalkan. Ibu semoga sehat selalu... sampai aku lupa peralihan siang-jadi malam. Yang aku ingat, ibu separuh baya yang duduk di seberangku mengingatkan kalo sudah bisa buka puasa. Si Ibu ini juga lah yang membungkuskan aku nasi saat makan siang tadi. Setelah tiba di Pelabuhan Ketapang untuk menyeberang ke Gilimanuk, kemudian menelepon seseorang yang aku cintai untuk menguatkan. Dan sedikit lega akhirnya..
Tiba di Gilimanuk, aku bingung di bali mau nginep dimana dengan berbekal aplikasi dan promo akhirnya aku booking penginapan dadakan yang sekiranya dekat dengan kantor nanti. Yas.. badan sudah mulai tidak ada tenaga, kemudian aku terlelap. Sadar ketika sudah tiba di Bandar Udara I Gusti Ngurahrai Bali tepat pukul 02.00 dinihari. Suasana Bandara sepi tidak ada aktifitas apapun, penumpang lain pun sepertinya menunggu jemputan, sempat aku melamun sejenak dan bingung apa yang mau dilakuin. Kemudian kubuka ponselku untuk booking taksi online diantar ke penginapan.
Kemudian istirahat..
Posting Komentar untuk "Keberangkatan ke Bali Yang Penuh Drama"
Hi, boleh bertukar informasi, maupun masukan di kolom komentar di bawah ini ya, terimakasih.